St.
Thomas Aquinas berpendapat bahwa kita harus memikirkan tindakan-tindakan yang
merupakan hal-hal eksternal yang diperuntukkan kepada Allah. Hal ini memberi
kepada kita dua pertimbangan, yaitu
hal-hal yang diberikan kepada Allah oleh orang beriman dan kaul-kaul
yang dijanjikan kepada-Nya. Untuk tindakan-tindakan yang diberikan kepada Allah
oleh orang beriman kita harus mempertimbangkan kurban, sumbangan-sumbangan, buah-buah
pertama, dan perpuluhan. Tentang kurban ada empat pertanyaan untuk dijawab:
(1)
Apakah persembahan kurban kepada Allah
merupakan hukum kodrat?
(2)
Apakah kurban harus dipersembahkan
kepada Allah saja?
(3)
Apakah persembahan kurban merupakan
tindakan khusus dari keutamaan?
(4)
Apakah semua orang beriman terikat untuk
memberikan kurban?
Menjawab
yang pertama, St. Thomas Aquinas
mengatakan bahwa kodrat akal budi manusia mengatakan bahwa dia berada di bawah
pengada yang lebih tinggi darinya, karena ia merasa lemah dan dari pengada
tersebut dia membutuhkan bantuan. Pengada tersebut adalah Allah. Oleh karena
itu, berdasarkan kodrat dari hal-hal yang lebih rendah yang tunduk kepada yang
lebih tinggi, kodrat akal budi manusia pun harus tunduk dan menghormati, sesuai
dengan polanya, kepada sesuatu yang di atas manusia. Lanjutnya, manusia harus
menggunakan tanda-tanda yang pantas untuk menandai apa pun karena dia
mendapatkan pengetahuan dari kebijaksanaan. Dengan demikian, manusia harus
menggunakan kebijaksanaan khusus, yaitu dengan mempersembahkan mereka kepada
Allah dalam tanda tunduk dan hormat kepada-Nya, seperti mereka yang membuat
persembahan khusus kepada tuan mereka karena wewenangnya. Sekarang jelas bahwa
arti dari kurban dan persembahan kurban merupakan bagian dari hukum kodrat.[1]
Kedua, menurut St. Thomas Aquinas,
kurban yang dipersembahkan mewakili kurban spiritual dari dalam di mana jiwa
mempersembahkan dirinya kepada Allah. Di sini jiwa mempersembahkan dirinya
dalam kurban kepada Allah sebagaimana permulaannya dalam ciptaan dan akhirnya
dengan pengudusan. Menurut iman sejati Allah sendirilah Sang Pencipta jiwa kita
dan hanya di dalam diri-Nyalah jiwa-jiwa itu bahagia. Oleh karenanya,
sebagaimana kepada Allah kita harus mempersembahkan kurban spiritual, demikian
pula kita mempersembahkan diri kita hanya kepada-Nya. Seperti kata St.
Agustinus, “Dalam doa-doa dan pujian-pujian, kita mempersembahkan kata-kata
yang pantas kepada-Nya kepada-Nya hati kita mempersembahkan hal-hal yang kita
ajukan.” Lebih lanjut lagi, kita temukan bahwa di setiap negara orang-orang
tidak akan menunjukkan kepada penguasa yang tertinggi tanda-tanda penghormatan
khusus, dan apabila hal tersebut fitunjukkan kepada siapa pun, hal itu adalah
sebuah kejahatan pengkhianatan tingkat tinggi. Karenanya, dalam hukum ilahi,
hukuman mati diberikan kepada mereka yang mempersembahkan kehormatan ilahi
kepada yang lain selain Allah. [2]
Ketiga, St. Thomas Aquinas menjelaskan
apakah persembahan kurban merupakan sebuah tindakan khusus dari keutamaan atau
bukan. Di sini, dia mengatakan bahwa di mana sebuah tindakan dari satu
keutamaan yang diarahkan kepada akhir dari keutamaan lainnya, tindakan itu
merupakan bagian dari spesiesnya. Jadi, ketika seorang manusia mencuri dalam
rangka untuk melakukan perzinahan, pencuriannya itu mengasumsikan bentuk lain
dari perzinahan, sehingga meskipun hal tersebut bukanlah sebuah dosa,
sebaliknya hal itu merupakan dosa dari kenyataan bahwa tindakan itu diarahkan
kepada perzinahan.
Dengan demikian, kurban adalah sebuah tindakan khusus yang
diperuntukkan bagi Allah. Karena alasan inilah tindakan tersebut merupakan
sebuah keutamaan yang definitif, yaitu agama. Namun, menurut St. Thomas,
terjadi juga bahwa ada tindakan-tindakan dari keutamaan-keutamaan lain yang
diarahkan untuk Allah sebagaimana seorang manusia memberikan sedekah atas nama
Allah, atau ketika seorang manusia membungkukkan tubuhnya untuk menghormati
Allah. Bagi St. Thomas Aquinas, tindakan-tindakan tersebut bisa disebut pula
kurban. Di sisi lain, ada tindakan-tindakan yang tidak pantas selamat melalui
penghormatan bagi Allah. Tindakan-tindakan seperti itu tepatnya disebut
kurban-kurban dan merupakan milik keutamaan agama.[3]
Keempat,
St. Thomas Aquinas menjelaskan tentang keterikatan semua orang untuk memberikan
kurban kepada Allah. Di sini, dia menjelaskan bahwa kurban terdiri dari dua,
yaitu yang pertama dan utama adalah persembahan
batin yang semua orang beriman terikat untuk mempersembahkan kepada Allah
dengan budi yang penuh rasa hormat. Yang kedua adalah kurban lahir. Kurban lahir ini ada dua hal. Ada sebuah kurban yang pantas melalui persembahan kepada Allah dalam
sikap tunduk kepada Allah. Kewajiban persembahan kurban ini tidak sama
dengan mereka yang berada di bawah Hukum Baru atau Lama sebagaimana bagi mereka
yang tidak berada di bawah hukum. Bagi mereka yang berada di bawah hukum
terikat untuk mempersembahkan kurban khusus menurut hukum tersebut, di mana
mereka yang tidak berada di bawah hukum terikat untuk menunjukkan
tindakan-tindakan lahir khusus atas kehormatan Allah. Kurban lahir lainnya adalah ketika tindakan-tindakan lahir dari
keutamaan-keutamaan lain yang
dilakukan bukan untuk menghormati Allah; misalnya soal aturan-aturan yang
mengikat semua, atau aturan lain yang merupakan tindakan yang melebihi
kewajiban tidak mengikat semuanya.[4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar