Sabtu, 02 Juni 2012

Penjelasan St. Thomas Aquinas tentang Kurban


St. Thomas Aquinas berpendapat bahwa kita harus memikirkan tindakan-tindakan yang merupakan hal-hal eksternal yang diperuntukkan kepada Allah. Hal ini memberi kepada kita dua pertimbangan, yaitu  hal-hal yang diberikan kepada Allah oleh orang beriman dan kaul-kaul yang dijanjikan kepada-Nya. Untuk tindakan-tindakan yang diberikan kepada Allah oleh orang beriman kita harus mempertimbangkan kurban, sumbangan-sumbangan, buah-buah pertama, dan perpuluhan. Tentang kurban ada empat pertanyaan untuk dijawab:
(1)   Apakah persembahan kurban kepada Allah merupakan hukum kodrat?
(2)   Apakah kurban harus dipersembahkan kepada Allah saja?
(3)   Apakah persembahan kurban merupakan tindakan khusus dari keutamaan?
(4)   Apakah semua orang beriman terikat untuk memberikan kurban?
Menjawab yang pertama, St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa kodrat akal budi manusia mengatakan bahwa dia berada di bawah pengada yang lebih tinggi darinya, karena ia merasa lemah dan dari pengada tersebut dia membutuhkan bantuan. Pengada tersebut adalah Allah. Oleh karena itu, berdasarkan kodrat dari hal-hal yang lebih rendah yang tunduk kepada yang lebih tinggi, kodrat akal budi manusia pun harus tunduk dan menghormati, sesuai dengan polanya, kepada sesuatu yang di atas manusia. Lanjutnya, manusia harus menggunakan tanda-tanda yang pantas untuk menandai apa pun karena dia mendapatkan pengetahuan dari kebijaksanaan. Dengan demikian, manusia harus menggunakan kebijaksanaan khusus, yaitu dengan mempersembahkan mereka kepada Allah dalam tanda tunduk dan hormat kepada-Nya, seperti mereka yang membuat persembahan khusus kepada tuan mereka karena wewenangnya. Sekarang jelas bahwa arti dari kurban dan persembahan kurban merupakan bagian dari hukum kodrat.[1]
            Kedua, menurut St. Thomas Aquinas, kurban yang dipersembahkan mewakili kurban spiritual dari dalam di mana jiwa mempersembahkan dirinya kepada Allah. Di sini jiwa mempersembahkan dirinya dalam kurban kepada Allah sebagaimana permulaannya dalam ciptaan dan akhirnya dengan pengudusan. Menurut iman sejati Allah sendirilah Sang Pencipta jiwa kita dan hanya di dalam diri-Nyalah jiwa-jiwa itu bahagia. Oleh karenanya, sebagaimana kepada Allah kita harus mempersembahkan kurban spiritual, demikian pula kita mempersembahkan diri kita hanya kepada-Nya. Seperti kata St. Agustinus, “Dalam doa-doa dan pujian-pujian, kita mempersembahkan kata-kata yang pantas kepada-Nya kepada-Nya hati kita mempersembahkan hal-hal yang kita ajukan.” Lebih lanjut lagi, kita temukan bahwa di setiap negara orang-orang tidak akan menunjukkan kepada penguasa yang tertinggi tanda-tanda penghormatan khusus, dan apabila hal tersebut fitunjukkan kepada siapa pun, hal itu adalah sebuah kejahatan pengkhianatan tingkat tinggi. Karenanya, dalam hukum ilahi, hukuman mati diberikan kepada mereka yang mempersembahkan kehormatan ilahi kepada yang lain selain Allah. [2]
            Ketiga, St. Thomas Aquinas menjelaskan apakah persembahan kurban merupakan sebuah tindakan khusus dari keutamaan atau bukan. Di sini, dia mengatakan bahwa di mana sebuah tindakan dari satu keutamaan yang diarahkan kepada akhir dari keutamaan lainnya, tindakan itu merupakan bagian dari spesiesnya. Jadi, ketika seorang manusia mencuri dalam rangka untuk melakukan perzinahan, pencuriannya itu mengasumsikan bentuk lain dari perzinahan, sehingga meskipun hal tersebut bukanlah sebuah dosa, sebaliknya hal itu merupakan dosa dari kenyataan bahwa tindakan itu diarahkan kepada perzinahan.
Dengan demikian, kurban adalah sebuah tindakan khusus yang diperuntukkan bagi Allah. Karena alasan inilah tindakan tersebut merupakan sebuah keutamaan yang definitif, yaitu agama. Namun, menurut St. Thomas, terjadi juga bahwa ada tindakan-tindakan dari keutamaan-keutamaan lain yang diarahkan untuk Allah sebagaimana seorang manusia memberikan sedekah atas nama Allah, atau ketika seorang manusia membungkukkan tubuhnya untuk menghormati Allah. Bagi St. Thomas Aquinas, tindakan-tindakan tersebut bisa disebut pula kurban. Di sisi lain, ada tindakan-tindakan yang tidak pantas selamat melalui penghormatan bagi Allah. Tindakan-tindakan seperti itu tepatnya disebut kurban-kurban dan merupakan milik keutamaan agama.[3]
Keempat, St. Thomas Aquinas menjelaskan tentang keterikatan semua orang untuk memberikan kurban kepada Allah. Di sini, dia menjelaskan bahwa kurban terdiri dari dua, yaitu yang pertama dan utama adalah persembahan batin yang semua orang beriman terikat untuk mempersembahkan kepada Allah dengan budi yang penuh rasa hormat. Yang kedua adalah kurban lahir. Kurban lahir ini ada dua hal. Ada sebuah kurban yang pantas melalui persembahan kepada Allah dalam sikap tunduk kepada Allah. Kewajiban persembahan kurban ini tidak sama dengan mereka yang berada di bawah Hukum Baru atau Lama sebagaimana bagi mereka yang tidak berada di bawah hukum. Bagi mereka yang berada di bawah hukum terikat untuk mempersembahkan kurban khusus menurut hukum tersebut, di mana mereka yang tidak berada di bawah hukum terikat untuk menunjukkan tindakan-tindakan lahir khusus atas kehormatan Allah. Kurban lahir lainnya adalah ketika tindakan-tindakan lahir dari keutamaan-keutamaan lain yang dilakukan bukan untuk menghormati Allah; misalnya soal aturan-aturan yang mengikat semua, atau aturan lain yang merupakan tindakan yang melebihi kewajiban tidak mengikat semuanya.[4]


[1] Aquinas, Summa Theologica, Pt. II-II, Q. 85, Art. 1, hlm 1555.
[2] Aquinas, Summa Theologica, Pt. II-II, Q. 85, Art. 2, hlm 1556.
[3] Aquinas, Summa Theologica, Pt. II-II, Q. 85, Art. 1, hlm 1557.
[4] Aquinas, Summa Theologica, Pt. II-II, Q. 85, Art. 1, hlm 1558.

Tidak ada komentar: