Jumat, 14 November 2008

Yesus: Seorang Asia?

Vico SJ

Penyebaran kekristenan tidak hanya di sekitar daerah Barat dan Timur, yaitu di daerah Kekaisaran Romawi dan Konstantinopel, melainkan juga di daerah lain seperti di India—diyakini oleh St. Thomas dan di Siria. Dalam jaman modern Yesus telah dibawa oleh para misionaris Barat ke Asia sehingga Yesus nampak kebarat-baratan. Meskipun mendapat tanggapan negatif dari kaum pemikir dan spiritual elit negara-negara seperti India, Cina dan Jepang, pada abad ke-19, abad dimana koloni-koloni menjadi lebih stabil, kekristenan lebih sering berinteraksi dengan budaya dan agama setempat, khususnya di India. Namun, di Cina dan di Jepang, kekristenan nampak menghadapi kesulitan. Di Negara seperti India, Yesus banyak diterima oleh mereka sebagai guru. Oleh para Uskup di Asia pada sinode khusus Asia (1998), Yesus digambarkan sebagai: "Guru Kebijaksanaan, Penyembuh, Pembebas, Penuntun Kerohanian, Orang yang Tercerahkan, Sahabat yang berbelas kasih pada yang Miskin, Samaria yang baik hati, Gembala yang baik, Orang yang Patuh.". Namun, tetap ada semacam ketegangan antara Yesus yang digambarkan dengan berbagai amcam symbol dan gambar dengan Yesus menurut formula dogmatis di kalangan umat Gereja.

Peran Gambar-gambar
Lalu, apa peran gambar-gambar dalam iman dan kehidupan Kekristenan? Amalados menjawab bahwa gambaran-gambaran mengenai Yesus muncul dalam konteks dialektis antara pribadi dan kehidupan Yesus dengan pribadi dan kehidupan para murid-Nya. Namun, simbol dan gambaran mengenai Yesus tidaklah eksklusif atau monopolistik, melainkan terbuka, banyak dan saling melengkapi satu sama lain. Oleh karena itu, semua itu tidak mungkin ditangkap semuanya oleh setiap orang. Setiap orang hanya menghayatinya berdasarkan sejarah,, budaya, pengalaman dan alsan pribadi sehingga tidak mencukupi untuk mengungkapkan relaitas secara penuh tentang Yesus.
Orang-orang yang mempunyai kerangka pikiran ontologis akan gerah dengan macam-amcam gambaran tentangt Yesus. Mereka akan berbicara dalam kemutlakan dan melihat gambaran-gambaran tentang Yesus sebagai relatif.
Di sini ada tiga gambaran mengenai Yesus sebagai nabi, orang bijaksana dan sebagai guru. Sebagai nabi, Yesus nampak digambarkan lebih dari sekedar nabi karena ia melampaui para nabi. Di sini nampak ada usaha membandingkan Yesus dengan nabi-nabi lain, seperti misal Nabi Muhammad yang diakui dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi terakhir. Padahal bukan karena ada dimensi kenabian dalam diriNya, melainkan karena keunikan dan kekhususan yang Ia miliki. Jadi bukan karena ia begitu atau begini, melainkan karena Ia adalah Ia.
Sebagai orang bijak, ada usaha untuk mensejajarkan Yesus dengan Confucius dan Tao dari Cina. Namun, poinnya adalah bukan karena Ia dibandingkan dengan tokoh Cina tersebut, melainkan perkataan, perbuatan dan hidupNya, mencerminkan sebagai Jalan sama seperti jalan menuju Tao. Jadi justru Yesus memberi sebuah makna khusus pada istilah Tao.
Sebagai guru, Yesus digambarkan sama seperti guru-guru lain di India. Namun, di sini bukan karena ia seperti guru-guru yang lain, melainkan istilah guru yang dikenakan pada Yesus membantu kita untuk memahami beberapa aspek siapa Yesus itu dan apa yang dilakukanNya. Kehidupan dan ajaran-ajaran yesus sendirilah yang justru menunjukkan macam guru apakah Dia. Ini dapat diperoleh tanpa belajar komparatif.

Gambar-gambar dan Dogma
Yesus adalah unik. Banyak bahasa simbol dan gambar dikenakan padaNya. Sayangnya, bahasa ini tidak konseptual dan logis. Namun, bahasa ini bisa menjadi sistematik. Jika tak ada satu bahasa apa pun yang mampu mengungkapkan misteri Ilahi dalam diri Yesus yang sesungguhnya, tidak bisa saja mengadili atau menuduh bahwa abhasa simbol atau gamabr itu salah karena tidak konseptual dan logis. Seebnarnya, simbol hanya berguna sejauh membantu kita memahami realitas yang lebih dalam dari realitas transenden yang disimbolkan. Namun, bila kita memutlakkannya, ia akan menjadi sebuah idola bukan lagi sebagai sebuah ikon yang menuntun kita pada kontemplasi tentang misteri.
Memang afirmasi dogmatis benar. Namun, tidak mengungkapkan secara penuh kebenaran. Ungkapan dogma-dogma itu dibatasi oleh situasi saat itu dibuat, kapasitas dan pencerahan yang dialami para pembuatnya dan peralatan konsep yang menjadi tujuan mereka. Sedagkan gambar dan simbol berbeda. Mereka berakar pada iman. Oleh karena itu, mereka pra-teologis. Mereka dapat memberikan perkembangan baru dalam refleksi teologis. Mereka tidak bisa dituduh begitu saja dengan membandingkannya dengan formula teologis. Mereka harus dihargai pada apa yang mereka katakan, bukan pada apa yang tidak mereka katakan.
Seringkali pula terucap bahwa seseorang tidak dapat bicara tentang siapa Yesus itu tanpa mengatakan apa yang Dia lakukan, yaitu apa yang Dia selamatkan.Keselamatan yang Yesus tawarkan bukan membebaskan kita dari pergularan dan usaha yang harus kita lakukan da;am hidup kita untuk hidup sebagai manusi yang telah diselamatkan. Yesus memberi kekuatan kepada kita unutk hidup sebagai murid-muridNya dalam hidup ini. Proses keselamatan yang diklaim para teolog untuk digali dapat dilihat dari pandangan dalam gambaran-gambaran. Mereka membantu kita untuk hidup.

Gambaran Asia
Menurut Amalados, budaya dan agama Asia bukanlah barang baru baginya karena mereka merupakan warisan dari para leluhurnya. Oleh karena itu, penggunaan hak istilah 'guru ' pada Yesus bukanlah milik agama tertentu—Hindu---melainkan milik India secara umum. Jadi simbolbudaya bisa menajdi milik siapa saja yang menghendaki. Setiap istilah atau simbol yang dikenakan kepada Yesus mempunyai makna yang baru. Namun, tetap ada ketakutan bahwa Yesus hanyalah guru sama seperti guru-guru yang lain yang merupakan manusia-manusia terbatas. Tidak, istilah guru justru mengacu pada salah satu dimensi khusus dari Yesus.
Amalados tidak setuju jika Yesus disamakan seperti Adipurusha-pribadi pertama dalam agama Hindu yang punya peran khusus dalam pencitptaan dan itu sangat tidak cocok dengan Yesus. Namun, kita tidak bisa menghindari adanya konteks antarbudaya dan antarreligi yang menghasilkan tentu saja perspektif komparatif. Oleh karena itu, Amalados lebih suka menggunakan bahasa, budaya, simbol, dan gambarannya sendiri untuk berbicara tentang Yesus. Sebagai seorang Indian dan Asia, ia merasa bahwa Yesus adalah guru dan orang bijaksana.
Usaha-usahanya nampak mendapat penilaian dari gamabran Yesus dalam Perjanjian Baru dan Sejarah Gereja yang tertuang dalam dogma-dogma Gereja. Namun, mereka tidak bisa mengatakan bahwa semua orang Kristen dapat berkata-kata tentang Yesus untuk membuatny abermakna pada dirinya sendiri dan orang lain dalam konteks budaya dan keagamaan. Gamabran tidak menyangkal dogma, melainkan melengkapinya satu pada yang lain. Mereka membawa perspektif baru bahwa Yesus masih relevan pada zaman sekarang. Jadi, simbol berfokus pada apa yang Yesus lakukan.
Demikian pula Injil. Mereka menggunakan gambaran mereka sendiri tentang Yesus. Ada sebenarnya cerita sederhana tentang Yesus, tindakan-tindakan dan ajaran-ajaranNya yang membuat Amalados tidak perlu lagi menceritakan ulang kisah tersebut. Baginya, para pemeluk agama lain yang tidak asing lagi dengan pribadi Yesus dan kehidupannya boleh dengan keinginannya memahami Yesus secara lebih mendalam dari konteks religius mereka sendiri.

Tidak ada komentar: