Jumat, 14 November 2008

Rasul Paulus dan Struktur Jemaat Paulus


Oleh Vico SJ

Peristiwa babtisan Kornelius, seorang kapten Romawi dan keluarganya oleh Petrus adalah titik balik tumbuhnya pemahaman dalam diri orang-orang Kristen Yahudi di Yerusalem bahwa kabar keselamatan dalam diri Yesus harus diwartakan juga ke bangsa-bangsa lain nonYahudi. Pemahaman ini dirangsang oleh banyaknya orang-orang Yunani di Antiokia yang percaya dan menerima pemberitaan tentang Yesus oleh jemaat Kristen Yahudi Diaspora dari Siprus dan Sirenaika yang telah meninggalkan Yerusalem sejak pembunuhan Stefanus dan menetap di sana. Oleh karena itu, berdasarkan kesuksesan itu, dimulailah kegiatan misioner dengan mengutus Barnabas untuk melihat sendiri perkembangan Gereja di Antiokia. Di sana, ia menerima masuknya orang-orang Yunani tersebut ke pangkuan Gereja; dan bersamaan dengan itu ia melihat secara jelas bahwa untuk memberitakan Kerajaan Allah di tempat itu dibutuhkan keberanian dan semangat luar biasa yang terdapat dalam diri Paulus—Saulus bertobat—dari Tarsus yang telah mengenal dengan baik peradaban Helenis.
Paulus sendiri lahir di Tarsus di Kilikia tempat komunitas Yahudi diaspora tinggal. Ayahnya memiliki kewarganegaraan Romawi yang kelak berguna bagi Paulus sebagai previlese seorang warga negara Romawi. Selain itu, sejak kecil ia sudah terbiasa dan mengenal budaya Helenis terutama bahasa Yunani, yaitu Koine yang telah dikuasainya. Melalui keluarganya, ia semakin diyakinkan pada agama dan tradisi Yahudi. Mungkin sebelum saat kematian Yesus, ia telah dididik sebagai guru Hukum di sekolah Farisi Gamaliel di Yerusalem. Di sana ia telah mendengar sepak terjang para murid Yesus yang mewartakan kebangkitan Yesus. Oleh karena itu, bergabunglah ia dengan orang-orang Yahudi yang hendak mengejar dan membunuh orang-orang kristen, termasuk ketika ia menyaksikan pembunuhan seorang diakon, Stefanus.
Pencerahan dan perubahan radikal Paulus menjadi pengikut Yesus bermula dari penampakan Yesus yang ditemuinya ketika ia sedang dalam perjalanan ke Damaskus untuk mengejar orang-orang kristen di sana. Menurut pengakuannya, saat itu ia terpanggil menjadi seorang rasul. Segera setelah dibabtis, ia pergi ke Nabatean di Arab selama beberapa waktu lamanya. Setelah itu, di Damaskus dan Yerusalem, ia memberitakan Yesus sebagai Sang Mesias dan Putra Allah. Akibatnya, ia memperoleh perlawanan yang sangat kuat dari kaum Yahudi dan mereka hendak membunuhnya. Lalu, Paulus menarik diri ke Tarsus.
Sejak itu, Paulus mengetahui bahwa ia terpanggil untuk memberitakan Injil kepada kaum non-Yahudi, yaitu di daerah kekaisaran Romawi. Misi Paulus terbagi dalam tiga fase. Fase pertama adalah di Ibu Kota Siria, Antiokia dimana telah tumbuh jemaat kristen di sana. Bersama Barnabas dan Yohanes Markus, ia memulai misi awalnya di sinagoga-sinagoga tempat berlangsungnya pertemuan keagamaan kaum Yahudi dan juga bekas orang nonYahudi yang telah bergabung dengan mereka sebagai pemeluk agama baru. Di sana ia mengalami banyak penolakan dari kaum Yahudi. Namun, tetap ada yang menerima pemberitaannya tentang Injil Yesus Kristus dari kalangan nonYahudi.
Pada fase ini, Paulus tidak mewajibkan kaum Kristen non-Yahudi mematuhi hukum dan tradisi Yahudi, yaitu sunat. Menurutnya, kepercayaan dalam Kristus menandai berakhirnya kewajiban-kewajiban di bawah Hukum Lama (The Old Law). Meskipun pendiriannya ini ditentang keras oleh kaum sayap kiri Kristen Yahudi, dalam suatu pertemuan di Yerusalem para Rasul mengakui pendiriannya. Namun, persoalan sunat atau tidak disunatnya kaum Kristen nonYahudi tetap menjadi bahan perdebatan di kalangan Kristen Yahudi. Hal ini nampak pada sikap Petrus yang masih berpihak pada kaum Kristen Yahudi yang bersunat.
Fase kedua adalah di daerah sekitar provinsi Makedonia, Akaea, dan Prokonsulat Asia yang merupakan pusat kebudayaan Helenis. Paulus, pada periode kedua ini ditemani oleh Silas dan Timotius. Kota-kota yang mereka singgahi adalah Filipi, Yunani, Tesalonika, Beroea, Atena, dan Korintus. Di Filipi, Paulus segera memperoleh pengikut yang membentuk inti dari apa yang nantinya menjadi komunitas subur. Di Yunani, Paulus masih menggunakan metode yang lama dalam misinya. Di Tesalonika, Beroea, Atena, dan Korintus, sinagoga-sinagoga merupakan tempat kotbahnya untuk memberitakan Yesus Sang Mesias. Di dua kota pertama, Paulus membentuk jemaat yang terdiri dari kaum Yahudi dan nonYahudi. Namun, ia mendapat banyak penolakan dan penyiksaan dari kaum Yahudi di sana. Di Atena, kesuksesannya kecil; di Korintus hanya sedikit kaum Yahudi yang menerima Injil, namun dari kaum nonYahudi banyak yang mendengarkannya. Di kota itu, Paulus mendapat perlawanan dari kaum Yahudi yang memperkarakannya di hadapan prokonsul Roma Gallio. Tapi Gallio menolak tuduhan kaum Yahudi terhadap Paulus; segera sesudahnya, bersama pasangan Yahudi Aquila dan Priscilla ia pergi ke Efesus di Asia Kecil.
Fase ketiga berpusat di Efesus. Di Efesus inilah, Paulus selain meraih banyak kesuksesan juga mendapatkan banyak kesulitan baik dari kaum Yahudi maupun dari nonYahudi. Pada masa ini, Paulus menulis surat pada jemaat di Korintus dan Galatia. Pada masa ini pula dia merasa perlu kembali ke Yerusalem untuk memenuhi tanggung jawabnya memberikan uang hasil pengumpulannya selama di tanah misi kepada jemaat miskin di Yerusalem. Selama di Yerusalem, dia hampir dibunuh oleh kaum Yahudi diaspora yang telah mengenalnya. Berkat bantuan tentara Romawi yang melindunginya karena ia berbahasa Yunani dengan baik, ia dibawa ke Gubernur Kaesarea. Dari sana para serdadu Romawi membawanya ke Roma karena Paulus minta naik banding ke Kaisar; selain itu ia ingin kasusnya di dengar di Roma. Dengan demikian, sampailah Injil ke Ibu Kota Kerajaan Roma.
Adanya suatu kelembagaan dalam jemaat Paulus membuktikan bahwa lembaga tersebut diatur dan ditetapkan oleh hidup keagamaan jemaatnya yang tidak lepas dari karya Roh Kudus. Inilah yang menyebabkan Gereja muda terus bertumbuh dan berkembang. Demikianlah, masing-masing anggota jemaat dipanggil oleh Roh Kudus untuk melakukan tugas-tugas khusus demi mengembangkan Gereja. Paulus yang merasa sebagai hamba dari hamba Yesus Kristus merasa dikuatkan dengan kekuatan dan otoritas penuh untuk mengikat mereka, memberikan petunjuk beribadah kepada Allah dan sikap moral dari orang beriman.
Ada beberapa ciri khas dalam lembaga jemaat Paulus, yaitu pertama adalah tugas khusus dalam jemaat Paulus bagi mereka yang terpanggil untuk menjadi anggota susunan hirarkis seperti merawat orang-orang miskin dan memimpin ibadat. Mereka diantaranya adalah Para Uskup dan para Tua-tua yang telah ditahbiskan Paulus dengan menumpangkan tangannya di atas kepala mereka. Tugas mereka adalah sebagai pengawas untuk mengatur Gereja Allah, sebagai gembala dari domba-domba. Kedua, anugerah karismatis dalam jemaat Paulus yang fungsinya secara hakiki berbeda. Anugerah ini diberikan kepada orang-orang yang Roh Kudus sendiri kehendaki. Jadi, anugerah tersebut tidak terikat secara tetap pada pribadi tertentu dan bukan hal yang perlu bagi keberadaan komunitas. Ketiga, Ada kesadaran dalam setiap anggota jemaat Paulus bahwa mereka yang telah dibabtis adalah ”Israel milik Allah” (the Israel of God) yang telah disatukan dalam satu tubuh, baik Gereja Kristen Yahudi maupun Gereja Kristen non-Yahudi. Kesadaran inilah yang memungkinkan terjadinya penyebaran kekristenan di dunia non-Yahudi.
Ada beberapa ciri khas hidup keagamaan jemaat Paulus, yaitu pertama keyakinan akan kebangkitan Tuhan yang merupakan inti dasar keyakinan mereka; kedua, babtisan merupakan syarat masuk ke dalam jemaat Paulus. Dengan babtisan, ’manusia lama’ jemaat dikuburkan bersama kematian Yesus dan lahir kembali bersama kebangkitan Kristus sebagai ’manusia baru’. Ketiga, peribadatan jemaat dilakukan secara komunal di suatu tempat milik jemaat yang kaya setiap hari pertama dalam minggu. Dalam Ibadat itu diperkenalkan lagu-lagu pujian, hymne, dan mazmur. Ibadat ini dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Bapa atas semua hal dalam nama Tuhan Yesus Kristus. Keempat, titik pusat dan puncak perayaan adalah perayaan Ekaristi. Bagi jemaat, perayaan Ekaristi mengkonfirmasikan mereka pada ikatan mereka secara langsung dengan Tuhan Surgawi. Oleh karena itu, perayaan Ekarsiti dirayakan dengan gembira dan penuh rasa syukur. Kelima, pertemuan jemaat juga merupakan tempat dimana ”keselamatan diwartakan”. Jadi, kegiatan berkotbah yang mengacu pada perikop Kitab Suci yang berkaitan dengan keselamatan dan diturunkan dari keyakinan mereka akan Kristus mendapat tempat utama dan penting dalam jemaat Paulus. Keenam, realisasi dari hidup keagamaan yang ideal ini mendapat tantangan dan kesulitannya dari budaya dunia nonYahudi yang tertanam dalam keluarga-keluarga Kristen nonYahudi. Seringkali budaya tersebut berlawanan dengan tuntutan moral Kristiani yang monoteistik dan hukum moral Yahudi. Bahwa ada beberapa anggota jemaat yang gagal untuk menghidupi hidup baru ini dapat dilihat dari peringatan yang tak kenal lelah dari surat rasul Paulus. Akhirnya, keberlanjutan jemaat pada jaman berikutnya adalah berkat kekuatan moral dimana Injil telah berkembang di daerah-daerah misi Paulus. Berkat benih-benih yang ditanamkan Paulus melalui kotbah-kotbahnya, dunia Helenis terbungkus oleh jaringan sel-sel Kristiani.

---oo0oo---

Tidak ada komentar: