Selasa, 06 April 2010

KULTURKAMPF

Kulturkampf adalah istilah Jerman yang mengacu pada kebijakan Jerman dalam kaitannya dengan sekularitas dan pengaruh Gereja Katolik Roma (selanjutnya disingkat GKR) yang berlangsung antara tahun 1871-1878 di bawah kepemimpinan Konselir Kerajaan Jerman, Otto von Bismarck. Secara harafiah, kulturkampf berarti perjuangan budaya (culture struggle) karena hendak memperjuangkan kedaulatan Jerman, terutama Prusia dan menekankan nilai-nilai budaya setempat untuk merelatifkan intervensi agama. Istilah ini pertama kali diprakarsai oleh seorang ahli patologi dan anggota parlemen dari Deutsche Fortscrittspartei (Progressive Liberal) bernama Rudolf Virchow pada tanggal 17 Januati 1873.

Dua faktor yang menentukan dari kulturkampf ini adalah memuncaknya perbedaan ideologi yang kontras antara kaum ultramontan GKR dan kaum liberal dalam mengontrol kehidupan rohani dan politik selama pemberlakuan Syllabus oleh Paus Pius IX dan ketidaksamaan yang terus berlanjut di dalam Negara Prusia sendiri. Konflik ideologis yang diikuti dengan serangan-serangan terhadap sekolah-sekolah swasta (keagamaan), biara-biara dan lembaga-lembaga gerejawi tersebut malah memperkuat katolikisme sebagai sebuah kekuatan sosial dan membidani lahirnya Partai Zentrum yang dianggap Bismarck sebagai konglomerat yang memusuhi kekaisaran. Demikian pula, faksi-faksi ultramontan dalam parlemen dianggap oleh Bismarck sebagai musuh kekaisaran.

Dengan didukung kaum liberal nasionalis, Bismarck ingin mengembalikan kejayaan Prusia lama atas Gereja dengan mengadopsi secara luas maksim eklesiastikal liberalisme. Implikasi dari konsep politik liberalnya adalah bahwa imam dilarang masuk dalam urusan-urusan publik karena akan membahayakan kedamaian hidup publik, Negara berhak mengawasi semua sekolah negeri maupun swasta dan menunjuk inspektur sekolah yang sebelumnya dipegang oleh Gereja, Serikat Yesus dan ordo-ordo yang berkaitan dilarang dalam kerajaan karena dituduh sebagai penanggungjawab Syllabus, dogma infallibilitas, penentang keberadaan negara modern dan kebebasan sipil. Di sini, Bismarck telah menebarkan perang terbuka yang tidak dimotivasi oleh alasan-alasan religius, melainkan alasan politik Dengan demikian, perjuangan Bismarck tidak diarahkan langsung melawan infallibilitas Paus, melainkan terhadap Partai Zentrum dan ‘konspirasi’ ultramontan. Konflik yang sulit didamaikan ini telah dikenali Mgr. Ketteler.

Singkatnya, kebijakan kulturkampf ini, khususnya dalam undang-undang Mei (1873), dalam praktiknya menganiaya Gereja. Akibatnya, timbullah asosiasi perlawanan katolik terhadap kulturkampf bernama the Society of German’s Catholic yang diprakarsai Felix von LoĆ«. Program Serikat ini adalah menolak mentah-mentah tuduhan terhadap Gereja, Yesuit, Partai Zentrum sebagai musuh yang membahayakan Negara.

Tidak ada komentar: