Selasa, 06 April 2010

EKSPANSI KEKRISTENAN

Ekspansi kekristenan ini mempunyai latar belakang teologis, yaitu program kristenisasi dari Gereja Katolik yang menyatakan bahwa di luar Gereja Katolik tidak ada keselamatan: extra ecclesiam nulla salus. Di samping itu, Gereja Katolik memandang dirinya sebagai masyarakat yang sempurna: ecclesia est societas perfecta, berhadapan dengan pluralitas agama di Eropa. Oleh karena itu, Tahta Suci memberikan kekuasaan kepada Spanyol dan Portugis untuk mengelola dunia ini dan menyebarluaskan kekristenan dengan memberi kemudahan fasilitas bagi para utusan. Namun, negara juga memiliki hak memilih orang untuk didudukkan di wilayah-wilayah yang menjadi daerah misi. Konsekuensinya, sistem pelaporan buku bukan pada Tahta Suci, tetapi kepada negara. Negara mau memanfaatkan tenaga-tenaga misioner ini. Dengan demikian timbul intervensi dari negara. Karena intervensi negara begitu kuat, Tahta Suci mengeluarkan kongregasi Propaganda Fidei yang bertujuan untuk melepaskan urusan Gereja Katolik dari intervensi negara. Dengan demikian sikap profetis dari Gereja Katolik dijalankan.

Selain itu, ada peristiwa lain yang mewarnai ekspansi Kekristenan ini, yaitu Ritus China, Dekret Clemens XI, dan Dekret K’ang-Hsi. Dalam Ritus China, konsep agama dan budaya di masyarakat China belum sinkron. Tahta Suci mempertanyakan apakah ritus dan sesaji agama kerakyatan China untuk kaisar merupakan idolatri atau bukan. Karena Paus Clemens XI dipengaruhi oleh para Dominikan yang setia pada Konsili Trento agar bahasa Latin di pakai di daerah misi, ia menegaskan bahwa agama dan persembahan masyarakat China kepada kaisar tidak sejalan dengan katekismus. Konsekuensinya adalah bahwa terjadi pengurangan besar-besaran aktifitas misionaris Katolik di China. Dekret K’ang-Hsi (1692) pada awalnya tidak menentang kegiatan misionaris Katolik. Namun, setelah keluar Dekret Clemens XI (1715) Kaisar K’ang-Hsi tidak senang. Sebabnya adalah bahwa dekret Clemens XI menegaskan bahwa pertama, istilah “Heavenly Lord” harus dihapuskan dan digantikan dengan istilah “Deus”; kedua, Confusianisme dinyatakan sebagai agama; ketiga, orang-orang China yang sudah menjadi Katolik dilarang mempraktikkan lagi ajaran-ajarannya dan menggunakan sarana-sarana peribadatan agama tersebut; keempat, orang-orang China Katolik tidak boleh lagi menyembah lagi nenek moyang mereka. Oleh karena inilah , Kaisar K’ang Hsi melarang misi Kristen di China.

Hal serupa juga terjadi di Ritus Malabar yang melarang Robert de Nobili untuk melakukan metode pendekatan kultural di India.

Tidak ada komentar: